Gudeg adalah makanan
khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak
dengan santan. Perlu waktu ber jam-jam untuk membuat masakan ini. Warna coklat
biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. (Sumber: wikipedia)
Ya..gudeg ikut
memperkaya khasanah kuliner di kota Bandung. Penjual gudeg dapat kita temui
dengan mudah. Ada gudeg yang didagangkan di pinggir jalan hanya dengan
bermodalkan gerobak dan tenda sederhana. Ada juga beberapa penjual yang sengaja
mendirikan tempat bersantap gudeg dengan kelas rumah makan.
Ternyata, dari masa ke
masa ada cerita tentang para penjual gudeg. Almarhumah ibu saya pernah
bercerita pada masa beliau masih menjadi anak kuliahan sekitar tahun 1970-an
(wow..sudah lama sekali, ya), pedagang gudeg yang enak itu ada di jalan
Alketeri. Lokasinya tidak jauh dari jalan Asia Afrika Bandung. Penjual gudeg
banyak tersebar di kota Bandung namun tidak bisa mengalahkan rasa enaknya gudeg
Alketeri. Sayangnya, gudeg tersebut sudah tidak ada dan tidak ada yang
mewarisinya. Itu cerita tentang gudeg pada jaman ibu saya.
Jaman terus berganti.
Saya pun punya cerita sendiri tentang gudeg. Saat saya di bangku SMP, saya
bersekolah di SMP 7 Bandung yang berlokasi di jl. Ambon. Tak jauh dari situ ada
penjual gudeg yang menggunakan paviliun sebagai tempat berjualan. Lokasinya
berada di jl. Banda. Dari nama jalannya pasti sudah tahu, ya gudeg apa itu.
Ya..karena berlokasi di jl. Banda maka sang penjual menamakannya Gudeg Banda.
Lokasi Awal Gudeg Banda |
Pada saat itu sekitar
tahun 1990-an, harga gudegnya per porsi Rp. 1250 sudah termasuk nasi. (Hmm..harga yang murah pada masanya).
Pengunjungnya pun lumayan banyak. Karena keuletan dan ketekunannya, gudeg Banda
akhirnya bisa menembus kelas ‘food court’ dan lebih banyak lagi konsumen yang
menikmati kelezatan gudeg tersebut.
Setelah lulus SMP, saya
tidak mengunjungi jl. Banda dalam waktu yang lama. Sehingga tidak mengetahui
bahwa perkembangan gudeg Banda bukan hanya menembus ‘food court’ tapi sudah
berpindah lokasi ke jl. Lombok dengan tempat yang lebih besar dari tempat di
jl. Banda. It’s amazing!!! Awalnya berjualan gudeg di paviliun hingga memiliki
tempat baru yang lebih besar. Bolehlah berbangga bahwa saya dan teman-teman
seangkatan merupakan saksi hidup sejarah gudeg Banda.
Selain gudeg banda, di
daerah tempat tinggal saya –Gunung Batu, Pasteur- ada juga penjual gudeg yang
enak. Namanya Gudeg Yu Nap. Berlokasi di Komplek Perumahan Cipta Mas Gunung
Batu. Mengambil tempat di area gerbang komplek, warung gudeg Yu Nap ditata
dengan apik. Mulai berjualan sejak awal tahun 2000-an, gudeg Yu Nap bukan hanya
menyediakan menu gudeg. Ada juga buntil dan semur jengkol. (Heuheu..). Yang
paling mantap, rasa sambalnya itu, lho..maknyuss!!!
Gudeg Yu Nap |
Tempat Makan Yang Asri di Gudeg Yu Nap |
Warung gudeg Yu Nap
bisa menjadi pilihan alternatif bagi penyuka gudeg. Apalagi suasana warungnya
yang dilengkapi tempat makan yang cantik membuat pengunjung betah berlama-lama.
Serasa di rumah sendiri.
Selain gudeg Yu Nap,
ada juga gudeg Bu Ayem. Lokasinya di pinggir jalan Gunung Batu sebrang jalan
Mentor. Gudeg bu Ayem mulai berjualan di tahun 2011. Awalnya, gudeg ini
berjualan mulai jam 10.00 pagi sampai jam 14.00. Dikarenakan pembeli makin
banyak dan banyak juga yang datang saat jam makan siang, akhirnya buka lebih
pagi yaitu mulai jam 07.00 sampai jam 16.00. Menu ayam dan tempe bacemnya
membuat ketagihan.
Melihat jam operasional
yang ditambah, ada tanda-tanda gudeg ini pun sedang mengalami perkembangan dan
bukannya tidak mungkin akan menjadi warung gudeg yang besar seperti warung
gudeg yang saya sebutkan sebelumnya. Well...let’s see.
Nah..itulah cerita saya
tentang gudeg yang ada di Bandung. Gudeg memang bukan makanan asli kota
Bandung. Namun kehadirannya tidak dipungkiri makin memperkaya keragaman kuliner
kota Bandung.
Kerecek |
Nangka |
No comments:
Post a Comment